Sunday 24 January 2010

Mereka Tega Memotong Hak Guru Swasta

Mental korup rupanya menjalar sampai ke ranah pendidikan. Di wilayah yang mestinya mengajarkan budi pekerti ini, justru berkembang kebiasaan buruk. Bertahun-tahun tunjangan guru jadi bancakan orang-orang rakus.

Akan tetapi, apa daya, para guru swasta hanya bisa menahan kesal. Memprotes persoalan ini bisa berakibat fatal, yaitu pemecatan dari pekerjaan! Kekesalan hanya berani mereka tumpahkan kepada sesama guru, seperti yang terjadi pada minggu ini di Sekretariat Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) di Jalan Seksama, Medan.

Seperti tahun sebelumnya, pemotongan tunjangan fungsional kembali terjadi tahun ini. Bejo, seorang guru di Kecamatan Medan Timur, bingung.

Dana tunjangan yang diharapkannya belum turun, tetapi tunjangan sudah dipotong untuk kepentingan administrasi bank dan Pajak Penghasilan (PPh).

Sekolahnya juga sudah meminta bagian untuk kepentingan yang sama, yaitu ”biaya administrasi.”

Memakai uang

Sebagian dana tunjangan ini sudah turun. Namun, tidak dalam jumlah yang utuh. Ucok, bukan nama sebenarnya, seorang guru swasta di Kecamatan Medan Baru, mengaku kesal. Tunjangan yang mestinya Rp 1,2 juta untuk semester awal tahun ini, hanya diterimanya Rp 900.000. Uang senilai Rp 300.000 lainnya habis untuk kepentingan macam-macam.

”Palak kali awak (kesal sekali saya). Semua urusan sepertinya pake biaya,” katanya.

Biaya paling besar justru datang dari pihak sekolah. Sementara itu, pihak sekolah berdalih untuk menutupi biaya lobi dan administrasi di Kantor Dinas Pendidikan.

Saat Kompas meminta namanya untuk disebut dalam berita, semua guru itu menolak. Mereka takut akan berakibat pada pekerjaannya. Pihak sekolah memang telah mengunci mulut guru ini dengan ancaman, baik langsung maupun tidak langsung. Buktinya sudah pernah terjadi.

Mengutip data PGSI Medan, pada 2008 terdapat tiga guru swasta di Jalan Pelita, Medan, menerima pemecatan dari sekolahnya.

Hal ini terjadi lantaran mereka mempermasalahkan pemotongan tunjangan fungsional ini. Dinas Pendidikan Medan tidak bisa berbuat banyak meski kantornya berdekatan dengan sekolah ini.

Kejadian serupa hampir terulang pada Januari 2009. Sebanyak 13 guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dwiwarna, Medan, mengadukan persoalan ini secara terbuka. Tunjangan fungsional para guru dipotong pihak sekolah sebesar Rp 200.000 per orang.

Pemotongan ini dilakukan karena untuk pengurusan administrasi sekolah ke Kantor Dinas Pendidikan Medan. Namun, PGSI Medan menekan pihak sekolah dan menuntut agar pemotongan itu dikembalikan.

Saat tunjangan fungsional guru ini kembali turun, pemotongan lagi-lagi terjadi di banyak sekolah. Para guru dilanda kekesalan yang sama.

Perlindungan guru

Ucok, Bejo, dan guru swasta yang berkumpul di Sekretariat PGSI adalah potret dari kenyataan yang lebih luas. Posisi mereka lemah karena tidak bisa berbuat apa-apa ketika orang lain menzaliminya.

Ketua PGSI Medan Partomuan Silitonga mengatakan, sudah saatnya dibuat aturan perlindungan guru swasta. PGSI secara resmi pernah menyampaikan rancangan peraturan daerah (perda) tentang perlindungan guru pada tahun 2008 ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Wali Kota Medan.

Perda ini mengatur perlindungan guru swasta jika terjadi pemecatan sepihak oleh yayasan sekolah. Selama ini, katanya, banyak guru dipecat tanpa peringatan apa pun.

”Suka-suka yayasan memakai guru, kalau tidak senang ya dipecat,” katanya.

Kesadaran serupa disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Hasan Basri. Dia menyadari lemahnya posisi guru swasta di hadapan yayasan.

Dia yang pernah menjadi guru swasta ini mengetahui betapa kuatnya tangan yayasan sekolah. Oleh karena itu, wajar saja jika para guru tidak berkutik ketika hak mereka dipotong orang rakus.

Ketua Dewan Pendidikan Medan Mutsyuhito Solin mengatakan, praktik ini harus dihentikan. Persoalannya, tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat untuk mengurangi pemungutan ini.

Pihak Dinas Pendidikan Kota Medan, tuturnya, harus mengambil langkah mengawasi praktik pemotongan tunjangan yang menimpa guru. (NDY)

No comments:

Post a Comment