Friday 11 December 2009

KEBIJAKAN SERTIFIKASI DAN ARAH PENDIDIKAN INDONESIA

Syabab.Com - Kebijakan sertifikasi yang menuai pro kontra di masyarakat masih berupa perbincangan hangat untuk dibicarakan. Di media massa kebijakan sertifikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan adanya berbagai kelemahan dan kecurangan baik dalam konsep maupun teknis pelaksanaannya. Hal ini patut menjadi sorotan masyarakat, karena kebijakan pemerintah dalam hal ini sertifikasi memiliki pengaruh yang sangat besar bagi arah pendidikan negeri ini. Berbagai pihak yang terkait dengan sertifkasi guru ini, mesti memandang kebijakan ini secara komprehensif, artinya kita perlu secara bijak menganalisis secara mendalam dan menyeluruh kebijakan yang satu ini.

Kebijakan sertifikasi seperti yang banyak diberitakan di media, ternyata banyak menimbulkan masalah baru. Apabila dianalisis kebijakan sertifikasi secara konsep nyontek dari negara-negara yang menganut paham kebebasan yaitu AS, Inggris, Australia, dan Denmark. Bahkan orientasi materialisme jelas terlihat dalam kebijakn ini. Gaji menjadi sebuah motivasi bagi guru-guru untuk mengikuti uji sertifikasi, karena yang dipikirkan hanyalah gaji dan gaji. Dan kita tahu pemerintah menjanjikan gaji berlipat bagi guru yang telah mendapat sertifikasi yaitu sebesar dua kali gaji pokok. Siapa yang tidak tergoda dengan janji manis pemerintah?

Selain itu kita tahu negara-negara tadi adalah negara maju dari segi ekonomi dan sangat timpang jika disamakan dengan Indonesia. Kebijakan yang sama diterapkan di negeri yang berbeda tentu hasilnya tidak akan sama. Bagaimanapun juga negara-negara tersebut memiliki kemampuan yang lebih dibanding dengan Indonesia, dan kebijakan sertifikasi pun didukung oleh berbagai faktor yang memang memadai. Dari segi dana dan kemampuan negara, tidak bisa diragukan. Sedangkan Indonesia? Masih patut dipertanyakan. Secara teknis kebijakan sertifikasi telah menimbulkan masalah baru di bidang pendidikan. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kasus kecurangan dalam pembuatan portofolio di sejumlah daerah. Kemudian para asesor atau penguji biasanya adalah dosen. Sedangkan dosen pun terkena UU Guru dan Dosen yang tentu harus Qualified, namun dosen pun belum bersertifikat lalu bagaimana dia bisa menguji orang lain? Inilah sebagian masalah yang timbul dari sekian masalah yang ada akibat sertifikasi.

Kalau dilihat lagi secara mendalam, kebijakan ini bukan merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia serta meningkatkan kesejahteraan guru. Apakah meningkatkan kesejahteraan guru harus dengan selembar kertas yang itu bisa dimanipulasi? Walaupun ada sebagian kalangan yang menyatakan ini adalah angin segar bagi dunia pendidikan kita. Justru sebaliknya, kebijakan ini malah menambah ruwet wajah pendidikan. Kenyataan di lapangan telah berbicara bahwa sertifikasi memiliki berbagai kelemahan. Inilah yang patut disadari pemerintah dan masyarakat secara luas. Pandangan bahwa sertifikasi adalah solusi, nampaknya perlu dikaji ulang dan dipertanyakan.

Dari hal ini jelas sekali bahwa ini adalah salah satu kelemahan sistem pendidikan nasional. Sistem yang ada memang tidak mampu menciptakan kondisi pendidikan yang ideal. Karena sistem yang ada di Indonesia orientasinya hanya materi serta berlandaskan kebebasan. Artinya peranan agama sangat minim dalam arah pendidikan saat ini. Sehingga wajar kebijakan yang diambil pun hanya menambah permasalahan baru bukan menjadi sebuah solusi yang efektif. Sertifikasi akhirnya lebih nampak menjadi solusi parsial dan hanya menguntungkan beberapa pihak, dan tentu pihak yang tetep dirugikan adalah wong cilik yang setiap waktu tak pernah mendapatkan keadilan. Yang untung ya hanya orang kaya saja yaitu para kapitalis. Untuk pemebenahan, tentu saja harus dimulai dari sistem pendidikannya yang terkait dengan landasan pendidikan yang ada, kemudian akan menelurkan arah pendidikan yang jelas. Wallahu'alam bishawwab. [zk/sycom]

No comments:

Post a Comment